Standar Prosedur Operasi (SPO) IGD: Gugatan Hukum atas Penanganan Keracunan Sianida

By | Oktober 27, 2025

Kasus dugaan kelalaian medis dalam penanganan keracunan sianida di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit seringkali berujung pada gugatan hukum. Fokus gugatan tersebut kerap menyoroti Standar Prosedur Operasi (SPO) IGD. Pihak keluarga korban menilai SPO yang ada tidak memadai untuk kasus keracunan spesifik, atau yang lebih sering terjadi, Prosedur Operasi yang sudah ada tidak dijalankan secara disiplin dan sesuai standar waktu yang kritis.

Penanganan keracunan sianida memerlukan intervensi medis yang sangat cepat dan spesifik. Setiap detik sangat menentukan nasib pasien, karena sianida dengan cepat mengganggu fungsi seluler. SPO IGD seharusnya memuat urutan tindakan yang jelas, mulai dari stabilisasi jalan napas, pemberian oksigen, hingga injeksi antidotum sianida. Keterlambatan sekecil apa pun dalam menjalankan Prosedur Operasi ini dapat dianggap sebagai kelalaian fatal.

Gugatan hukum yang menargetkan SPO menjadi cerminan ketidakpuasan publik terhadap kualitas layanan darurat. Mengatasi Miskonsepsi tentang golden hour penanganan keracunan harus menjadi prioritas. Rumah sakit wajib memastikan bahwa setiap perawat dan dokter IGD telah terlatih secara khusus dan memiliki akses langsung ke kit antidotum sianida sesuai dengan Prosedur Operasi standar, tanpa perlu birokrasi yang memakan waktu.

Keracunan Makanan dengan sianida menuntut tim IGD untuk segera melakukan triage dan diagnosis diferensial yang cepat. SPO yang baik harus mencakup panduan identifikasi cepat, terutama jika riwayat pasien mengarah pada konsumsi bahan baku yang berisiko tinggi (misalnya singkong pahit yang tidak diolah). SPO harus mengatur alur komunikasi yang efisien antara IGD dan unit Toksikologi atau Laboratorium.

Kelalaian yang sering disoroti dalam gugatan adalah minimnya stok antidotum spesifik. Antidotum sianida, seperti Cyanokit (hidroksokobalamin) atau natrium tiosulfat, terkadang tidak tersedia atau expired. SPO harus mewajibkan monitoring stok antidotum ini secara rutin dan memastikan ketersediaannya 24 jam. Ketersediaan ini adalah indikator kunci dari kesiapan rumah sakit.

Meskipun SPO telah tertulis, implementasinya di lapangan bisa berbeda. Keterbatasan sumber daya manusia, kelelahan, atau kurangnya refreshment pelatihan dapat menyebabkan kegagalan dalam menjalankan Prosedur Operasi. Oleh karena itu, audit internal dan simulasi penanganan keracunan secara berkala menjadi bagian penting dari Tantangan Kontrol kualitas pelayanan IGD.

Implikasi hukum dari kelalaian SPO sangat berat, mulai dari sanksi etik profesi hingga tuntutan ganti rugi perdata dan pidana. Kasus-kasus seperti ini mendesak rumah sakit untuk secara proaktif merevisi dan menyempurnakan SPO mereka, menjadikannya living document yang selalu diperbarui sesuai perkembangan ilmu kedokteran dan standar akreditasi terbaru.